HUBUNGAN KUANTITATIF
STRUKTUR-AKTIVITAS
Menurut Crum, Brown, dan Fraser (1869).
HKSA adalah aktivitas biologis alkaloida alam, seperti striknin, brusin,
tebain, kodein, morfin dan nikotin akan menurun atau hilang bila direaksikan dengan
matil iodida è
efek biologis suatu senyawa (ɸ) merupakan fungsi dari struktur kimianya (C).
Menurut Overton (1897) dan Mayer (1899).
HKSA adalah efek narkosis senyawa-senyawa yang mempunyai struktur kimia
bervariasi berhubungan dengan nilai koefisien partisi lemak/air.
Menurut Ferguson (1939). HKSA adalah
aktivitas bakterisid turunan fenol mempunyai hubungan linier dengan kelarutan
dalam air.
Menurut Corwin Hansch dkk (1963). HKSA
adalah menghubungkan struktur kimia dan aktivitas biologis obat melalui
sifat-sifat kimia fisika è kelarutan dalam lemak (lipofilik),
derajat ionisasi (elektronik), dan ukuran molekul (sterik).
Konsep bahwa aktivitas biologis suatu senyawa berhubungan
dengan struktur kimia, pertama kali di kemukakan oleh
Crum,
Brown dan
Fraser (1869). Mereka menunjukkan bahwa
aktivitas biologis beberapa alkaloida alam seperti striknin, brusin, tebain,
kodein, morfin dan nikotin yang mengandung gugus ammonium tersier akan menurun
atau hilang bila di reaksikan dengan metyl iodide, melalui reaksi metilasi
membentuk ammonium kuartener. Mereka juga memberikan postulat bahwa efek
biologis suatu senyawa merupakan fungsi dari struktur kimianya.
Ada beberapa model pendekatan hubungan kuantitatif
struktur-aktivitas antara lain adalah pendekatan HKSA Free-Wilson, pendekatan HKSA Hansch,
pendekatan mekanika kuantum dan pendekatan konektivitas molekul.
A.
MODEL
PENDEKATAN HKSA FREE-WILSON
Free dan Wilson (1964), mengembangkan suatu konsep hubungan
struktur dan akrtivitas biologis obat, yang di namakan model de novo atau model matematik free-wilson. Mereka mengemukakan bahwa
respons biologis merupakan sumbangan aktivitas dari gugus-gugus substituent
terhadap aktivitas biologis senyawa induk yang di nyatakan melalui persamaan
berikut:
Log 1/C = Σ S + μ [1]
Log 1/C :
logaritma aktivitas biologis
Σ S :
total sumbangan substituent terhadap aktivitas biologis senyawa induk
μ :
aktivitas biologis senyawa induk
Pada substitusi bermacam-macam gugus pada daerah atau zona yang
berbeda dalam struktur senyawa induk, maka:
Log 1/C = Σ An . Bn
+ μ [2]
Σ An . Bn :
total sumbangan aktivitas dari n substituen dalam n zona terhadap aktivitas
senyawa induk
Jumlah senyawa yang di sintesis merupakan hasil kali jumlah
substituen pada tiap-tiap zona dari senyawa induk.
B.
MODEL
PENDEKATAN HKSA HANSCH
Hansch (1963),
mengemukakan suatu konsep bahwa hubungan struktur kimia dengan aktivitas
biologis (Log 1/C) suatu turunan senyawa dapat di nyatakan secara kuantitatif
melalui paramneter-parameter sifat kimia fisika dari substituent yaitu
parameter hidrofobik (π), elektronik (σ) dan sterik (Es). Model pendekatan ini di sebut
pula model hubungan energy bebas linier
( linier free energy relationship = LFER) atau pendekatan ekstratermodinamik.
Pendekatan ini menggunakan dasar persamaan Hammett yang di dapat dari kecepatan
hidrolisis turunan asam benzoate, sebagai berikut:
Log 1/C = a Σ π + b Σ σ + c Σ Es + d
C :
kadar untuk respons biologis baku
Σ π, Σ σ dan Σ Es : sumbangan sifat-sifat
lipofilik, elektronik dan sterik dari gugus-gugus terhadap
sifat-sifat senyawa induk yang berhubungan dengan aktivitas biologis
a, b, c, dan d :
bilangan (tetapan) yang di dapat dari perhitungan analisis regresi linier
Dalam HKSA model Hansch lebih berkembang dan lebih banyak di
gunakan di banding model de novo Free-Wilson, karena lebih
sederhana serta konsepnya secara langsung berhubungan prinsip-prinsip kimia
fisika organic yang sudah ada, dapat untuk hubungan linier dan non-linier, data
parameter sifat kimia fisika substituent sudah banyak tersedia dalam
table-tabel, model Hansch telah banyak di gunakan untuk menjelaskan hubungan
struktur aktifitas turunan obat.
Model de novo
ini kurang berkembang, Karena :
1. Tidak dapat digunakan bila efek substituen tidak bersifat
linier.
2. Bila ada interaksi antar substituen.
3. Memerlukan banyak senyawa dengan kombinasi substituen
bervariasi untuk menarik kesimpulan yang benar.
Keuntungannya :
1. Dengan menguji HKSA turunan senyawa dengan bermacam-macam
gugus substitusi pada berbagai zona.
2. Digunakan bila tidak ada data tetapan kimia fisikadari
senyawa dan uji aktivitas lebih lambat dibanding sengan sintesis turunan
senyawa.
Dalam HKSA,
model Hansch lebih berkembang dan lebih banyak digunakan dibanding model de
novo Free-Wilson, oleh karena :
1.
Lebih sederhana.
2. Konsepnya secara langsung berhubungan prinsip-prinsip kimia
fisika organik yang sudah ada.
3.
Dapat untuk hubungan linier dan non-linier.
4.
Data parameter sifat kimia fisika substituen sudah banyak
tersedia dalam tabel-tabel.
5. Model Hansch telah banyak digunakan untuk menjelaskan
hubungan struktur aktivitas turunan obat.
HUBUNGAN
STRUKTUR-AKTIVITAS OBAT ANTIHISTAMIN
Histamin
Histamine adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan
tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan peredaran basofil yang berperan
terhadap berbagai proses fisiologis. Histamine adalah mediator kimia yang di
keluarkan pada fenomena alergi, penderita yang sensitive terhadap histamine
atau mudah terkena alergi di sebabkan jumlah enzim-enzim yang dapat merusak
histamine di tubuh seperti histamine dan diamino oksidase lebih rendah dari
normal. Histamine tidak di gunakan untuk pengobatan, garam fosfatnya di gunakan
untuk mengetahui berkurangnya sekresi asam lambung, untuk diagnosis karsinoma
lambung dan untuk control positif pada uji alergi kulit
Mekanisme kerja
Histamine dapat menimbulkan efek bila berinteraksi dengan
reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2 dan H3. Interaksi histamine
dengan reseptor H1 menyebabkankontraksi otot polos usus dan bronki,
meningkatkan permeabilitas vaskulardan meningkatkan sekresi mucus yang di
hubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1 juga
menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma
protein yang menyebabkan sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria, efek ini
di blok oleh antagonis-H1.
Interaksi histamine dengan reseptor H2 dapat meningkatkan
sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung di
sebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi
asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini di blok oleh
antagonis-H2.
Reseptor H3 adalah reseptor histamine yang baru di ketemukan
pada tahun 1987 oleh Arrang dan kawan kawan terletak pada ujung saraf jaringan
otak dan jaringan perifer yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamine,
mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini di blok oleh antagonis-H3.
Antihistamin
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan kerja histamine dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan
bersaing pada sisi reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi
antigen –antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamine
yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi
histamine, antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing
interaksi histamine dengan reseptor khas.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas, antihistamin di
bagi menjadi tiga kelompok yaitu antagonis-H1, antagonis-H2, dan antagonis-H3
Antagonis-H1
terutama di gunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi.
Antagoni-H2 di
gunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita tukak
lambung.
Antagonis-H3
sampai sekarang belum di gunakan untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih
lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan system kardiovaskular,
pengobatan alergi dan kelainan mental.
TEORI OBAT-RESEPTOR
Reseptor adalah komponen sel yang bergabung dengan obat
secara kimia agar dapat menimbulkan efek, istilah reseptor menggambarkan tempat
dimana obat berinteraksi untuk menimbulkan efek.
Wujud dan criteria
jatidiri reseptor
1.
Lipoprotein atau glikoprotein adalah jenis
reseptor yang paling umum keduanya biasanya terpadu kuat dalam membrane plasma
atau membran organel sel sebagai protein intrinsic. Akibatnya mereka sulit di
isolasi karena strukturnya (dank arena itu fungsinya) terkungkung oleh membrane
sekitarnya. Isolasi molekul reseptoe dapat merusak bentuk atau melumpuhkan
struktur, bahkan hingga hilang sifat khasnya untuk mengikat. Hal demikian
terjadi sewaktu pertama kali di coba mengisolasi reseptor opiate, dalam hal ini
keadaannya lebih menguntungkan seperti misalnya di buktikan dengan berhasilnya
pengisolasian reseptor kolinergik.
2.
Lipid sendiri kadang-kadang dapat di anggap
sebagai reseptor. Efek tak khas anastetika local terhadap ionofor kolinergik
dapat di kaitkan dengan antaraksi obat amfifilik ini dengan ‘annnulus’ (cincin)
lipid dari protein ionofor. Walaupun lapisan lipid ini hanya beberapa molekul
tebalnya, dia membungkus protein dengan sempurna dan sangat berpengaruh pada
bentuk protein it. Baru baru ini di kemukakan adanya subunit ikatan anestetika
local pada senyawa kompleks reseptor kolinergik.
3.
Protein murni sering berfungsi sebagai reseptor
obat seperti halnya enzim. Banyak obat menimbulkan efeknya dengan secara khusus mempengaruhi enzim yang penting
dalam reraksi biokimia, dan dengan demikian mengubah fungsinya. Reseptor
meneruskan pesan pemberita pertama yaitu neurotransmitter, hormone, atau obat
melalui membrane sel, reseptor itu di gabungkan kepada system efektor atau
molekul.
4.
Asam nukleat terdiri dari atas kelompok reseptr
obat yang penting dalam arti yang luas, sejumlah antibiotic dan zat anti tumor
langsung mengganggu replikasi atau transkripsi AND atau menghambat translasi
pesan genetika pada ribosom, sisi akseptor hormone steroid juga AND dan
menunjukkan kekhasan yang sangat tinggi yang tidak kita pahami sama sekali.